 |
Sumatra
Selatan
Si Pahit Lidah
(Seri 1) |
Tersebutlah kisah seorang pangeran dari
daerah Sumidang bernama Serunting. Anak keturunan raksasa bernama Putri Tenggang ini,
dikhabarkan berseteru dengan iparnya yang bernama Aria Tebing. Sebab permusuhan ini adalah
rasa iri-hati Serunting terhadap Aria Tebing.
Dikisahkan, mereka memiliki ladang padi
bersebelahan yang dipisahkan oleh pepohonan. Dibawah pepohonan itu tumbuhlah cendawan.
Cendawan yang menghadap kearah ladang Aria tebing tumbuh menjadi logam emas. Sedangkan
jamur yang menghadap ladang Serunting tumbuh menjadi tanaman yang tidak berguna.
Perseteruan itu, pada suatu hari telah berubah menjadi
perkelahian. Menyadari bahwa Serunting lebih sakti, Arya Tebing menghentikan perkelahian
tersebut. Ia berusaha mencari jalan lain untuk mengalahkan lawannya. Ia membujuk kakaknya
(isteri dari Serunting) untuk memberitahukannya rahasia kesaktian Serunting.
Menurut kakaknya Aria Tebing, kesaktian dari
Serunting berada pada tumbuhan ilalang yang bergetar (meskipun tidak ditiup angin).
Bermodalkan informasi itu, Aria Tebing kembali menantang Serunting untuk berkelahi.
Dengan sengaja ia menancapkan tombaknya pada
ilalang yang bergetar itu. Serunting terjatuh, dan terluka parah. Merasa dikhianati
isterinya, ia pergi mengembara.
Serunting pergi bertapa ke Gunung
Siguntang. Oleh Hyang Mahameru, ia dijanjikan kekuatan gaib. Syaratnya adalah ia harus
bertapa di bawah pohon bambu hingga seluruh tubuhnya ditutupi oleh daun bambu. Setelah
hampir dua tahun bersemedi, daun-daun itu sudah menutupi seluruh tubuhnya. Seperti yang
dijanjikan, ia akhirnya menerima kekuatan gaib. Kesaktian itu adalah bahwa kalimat atau
perkataan apapun yang keluar dari mulutnya akan berubah menjadi kutukan. Karena itu ia
diberi julukan si Pahit Lidah.
Ia berniat untuk kembali ke asalnya, daerah
Sumidang. Dalam perjalanan pulang tersebut ia menguji kesaktiannya. Ditepian Danau Ranau,
dijumpainya terhampar pohon-pohon tebu yang sudah menguning. Si Pahit Lidah pun berkata,
"jadilah batu." Maka benarlah, tanaman itu berubah menjadi batu. Seterusnya, ia
pun mengutuk setiap orang yang dijumpainya di tepian Sungai Jambi untuk menjadi batu.
Namun, ia pun punya maksud baik. Dikhabarkan,
ia mengubah Bukit Serut yang gundul menjadi hutan kayu. Di Karang Agung, dikisahkan ia
memenuhi keinginan pasangan tua yang sudah ompong untuk mempunyai anak bayi
(Diadaptasi secara bebas dari Ny. S.D.B. Aman,"Si
Pahit Lidah," Folk Tales From Indonesia, Jakarta: Djambatan, 1976, pp. 25-28). |